Ancaman Mogok Makan Para Tahanan Politik sebagai Bentuk Protes

0
121

JAKARTA, 23 September 2025 – Kakak Syahdan Husein, Sizigia Pikhansa menyampaikan kabar bahwa Syahdan bersama belasan tahanan lain melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes atas penangkapan para aktivis.

Kabar itu sontak menyita perhatian. Desakan agar para aktivis dibebaskan semakin lantang disuarakan oleh kalangan masyarakat. Bersamaan dengan itu, pihak Polda Metro Jaya langsung menepis kabar tersebut. Kepolisian membantah adanya mogok makan.

Sizigia mengatakan, aksi mogok makan yang dilakukan Syahdan sudah dimulai sejak 10 September. Menurutnya, aksi mogok makan tersebut akan dilakukan sampai seluruh tahanan politik dibebaskan. ”Ini sebagai bentuk protes,” ujarnya usai menjenguk adiknya di Polda Metro Jaya, Rabu (17/9/2025).

Kabar mogok makan tidak hanya disampaikan keluarga Syahdan. Akun Instagram @mahardhika_jakarta juga membagikan surat Khariq Anhar yang menyebut dirinya dan belasan aktivis lain ikut aksi mogok makan sejak 16 September.

Kuasa hukum Delpedro Marhaen dkk dari Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), Maruf Bajammal, membenarkan aksi tersebut. Ia menyebut Syahdan dan aktivis lainnya memilih jalan mogok makan sebagai bentuk protes.

“Ini bukan sekadar menolak untuk makan, tapi bahasa tubuh yang paling ekstrim untuk menegaskan bahwa penangkapan mereka adalah bentuk ketidakadilan,” ungkapnya kepada Pedeo Project.

Di sisi lain, Polda Metro Jaya membantah adanya aksi tersebut. Direktur Tahanan dan Barang Bukti AKBP Dermawan Karosekali, menyebut dari pantauan CCTV, tidak terlihat adanya aksi mogok makan. Pihaknya juga menyebut para tahanan dalam kondisi yang cukup baik.

”Karena kami memasang seluruh sel tahanan itu menggunakan CCTV dan itu terlihat 24 jam. Dan makanan-makanan yang kami siapkan dari pagi, siang, sore selalu terkonsumsi dengan baik. Tidak ada yang tersisa,” ujar Karosekali dikutip dari humas.polri.go.id.

Menanggapi itu, Bajammal meminta pihak kepolisian membuka akses wartawan untuk melihat kondisi para tahanan secara langsung.

Kekhawatiran Keluarga Tahanan

Penahanan yang sudah berlangsung lebih dari dua minggu terhadap para aktivis menimbulkan kekhawatiran pihak keluarga. Delpiero Hegelian, kakak dari Delpedro, salah satunya. Dia menyebut adiknya harus menjalani pemeriksaan berulang kali dengan jumlah pertanyaan yang cukup banyak. Situasi itu membuat keluarga khawatir dengan kondisi fisik dan psikologisnya.

Bahkan, Delpedro disebut mengalami penurunan berat badan secara signifikan. “Jika memang tidak dapat dibuktikan, maka segera bebaskan Delpedro dan kawan-kawan aktivis lainnya,” harap Delpiero, mewakili keluarganya.

Maruf Bajammal yang juga merupakan pengacara publik dari LBH Masyarakat menyebut ketidakadilan yang dialami para aktivis tidak berhenti pada proses penangkapan, tetapi berlanjut selama penahanan.

“Mereka ditahan berhari-hari dan keluarga mereka dipersulit untuk bertemu karena harus melalui izin yang berbelit,” ujarnya. Ia menegaskan, ini adalah bentuk pembatasan hak yang tidak sah karena hak tahanan untuk bertemu dengan keluarga dijamin oleh Pasal 59-60 KUHAP.

Hal tersebut dikonfirmasi keluarga Delpedro. “Kami mendapat kesulitan karena harus mendapatkan izin dari penyidik untuk menjenguk keluarga kami, Delpedro Marhaen,” ujar kakaknya, Delpiero. Padahal, ketentuan izin penyidik tersebut sama sekali tidak tertuang dalam KUHAP.

Delpiero menambahkan, pada 18 September, keluarganya dipersulit saat menitipkan makanan. “Saya tiba-tiba harus dimintai foto supaya titipan diterima oleh pihak yang berjaga. Ketika ditanya foto itu untuk apa, petugas yang menjaga hanya dapat menjawab itu perintah dari atasan,” ujarnya. Padahal, selama kurang lebih dua minggu adiknya ditahan, keluarganya selalu mengirimkan makanan tanpa syarat tersebut.

Selain itu, Delpedro disebut tidak mendapat akses alat tulis untuk menyelesaikan tesis. Polisi beralasan alat tulis dikhawatirkan digunakan untuk mencoret-coret tembok.

Mempertanyakan Urgensi Penahanan

Hingga kini, penahanan terhadap sejumlah aktivis tersebut belum ada kejelasan. Hal itu disampaikan Fian Alaydrus, salah satu tim advokasi para aktivis yang ditahan.

Fian menilai, apa yang dilakukan oleh Delpedro hingga Sam Oemar di Kediri tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang dituduhkan. “Entah mau berapa lama lagi mereka ditahan atau direnggut kebebasannya atas suatu hal yang sangat amat konspiratif,” ucap Fian.

Sizigia Pikhansa, kakak dari Syahdan Husein, juga menegaskan adiknya bukan seperti yang dituduhkan, “Adik saya itu bukan provokator, karena dengan kondisi Indonesia seperti ini siapa yang butuh provokator untuk marah, karena kita semua juga bisa merasakan marahnya. Jadi mereka sebenarnya hanya menyampaikan suara-suara kita,” tegasnya.

Delpiero menilai kriminalisasi para aktivis dengan tuduhan yang tak terbukti mencerminkan kemunduran demokrasi. Ia menegaskan, kondisi ini menimbulkan rasa takut bagi masyarakat lain untuk menyuarakan keadilan.

Hal senada juga disampaikan oleh Maruf Bajammal. Ia menyebut, para aktivis yang seharusnya dilindungi haknya dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, justru dikriminalisasi. “Tekanan, stigma, kriminalisasi seakan menjadi jalan pintas untuk membungkam kritik yang mereka layangkan,” ujarnya.

(Yasyri)

Leave a reply