Ahli Hukum Pidana UIN Jakarta: Penangkapan Delpedro dan Muzaffar Cacat Prosedural

0
395

Jakarta, 2 Oktober 2025 – Gelombang penangkapan sejumlah aktivis oleh kepolisian terus menjadi sorotan. Salah satunya diungkapkan dosen hukum acara pidana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Alfitra. 

Alfitra memiliki sejumlah catatan hukum penting mengenai legalitas proses penangkapan, penyitaan, serta penetapan status tersangka. Terutama Delpedro Marhaen dan Muzaffar Salim. Menurutnya, KUHAP mengatur bahwa penangkapan harus dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan dengan prosedur yang sah.

Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka tersangka berhak mengajukan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.

Alfitra juga menyoroti penangkapan Delpedro dan Muzaffar yang dilakukan aparat berpakaian sipil tanpa identitas resmi juga dipandang bermasalah. Meskipun KUHAP memperbolehkan penangkapan dalam keadaan tertangkap tangan oleh siapapun, praktik tersebut tetap harus transparan dan menjunjung prinsip perlindungan hak asasi manusia.

Dosen hukum acara pidana UIN Jakarta Alfitra. Foto: Dokumen Pribadi

Alfitra menegaskan, akses terhadap penasihat hukum tidak boleh ditunda karena KUHAP Pasal 50–68 secara jelas menjamin hak tersangka untuk didampingi pengacara sejak awal proses hukum. Penundaan akses tersebut merupakan bentuk pelanggaran prosedural.

Terkait penyitaan barang pribadi, Alfitra mengingatkan bahwa penyitaan hanya sah apabila memiliki relevansi dengan perkara yang disangkakan dan dilakukan dengan izin tertulis Ketua Pengadilan Negeri. Barang-barang yang tidak terkait harus dikembalikan kepada pemiliknya setelah dicatat secara resmi.

Selain itu, penetapan status tersangka berdasarkan konten media sosial tanpa verifikasi dan alat bukti yang kuat dinilai berpotensi cacat hukum. Menurut Alfitra, ketentuan hukum yang berlaku, baik KUHP maupun UU ITE, mengharuskan adanya pembuktian yang jelas dan bukan sekadar asumsi dari aktivitas daring.

Dalam kasus ini, Alfitra juga menyoroti praktik penyidik yang memanggil seluruh staf kantor Lokataru Foundation untuk dijadikan saksi tanpa seleksi ketat. Menurutnya, langkah demikian harus tetap memperhatikan asas relevansi dan proporsionalitas agar tidak menimbulkan kesan intimidasi.

“Setiap tindakan penyidik harus menjunjung asas due process of law dan tidak boleh keluar dari koridor hukum acara pidana. Bila terjadi pelanggaran prosedural, praperadilan adalah mekanisme hukum yang sah untuk menguji keabsahan penangkapan, penahanan, dan penyitaan,” ujar Alfitra dalam keterangan yang diterima Pedeo Project, Kamis (2/10/2025).

Seperti diketahi, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen dan staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim ditangkap lalu ditahan oleh Polda Metro Jaya. Penangkapan Delpedro dilakukan pada 1 September 2025 malam. Sementara Muzaffar pada 2 September 2025 dinihari. 

Leave a reply