YLBHI Kritisi Perkap Nomor 4/2025, Sebut Bertentangan dengan Prinsip Negara Hukum dan Demokrasi

Masyarakat sipil menggelar doa bersama untuk mendiang Affan Kurniawan di kawasan Pejompongan, Jakarta Selatan. Foto: Reza/Pedeo Project
JAKARTA, 3 Oktober 2025 – Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Kepolisian RI menuai kritik. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Perkap tersebut tidak hanya bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi, tapi juga menjustifikasi penggunaan senjata api oleh Polri yang berisiko mengancam hak atas hidup.
Diketahui, Polri menerbitkan Perkap Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Kepolisian RI pada 30 September 2025.
Dalam keterangannya pada Kamis (2/10/2025), YLBHI menduga munculnya Perkap tersebut merupakan reaksi cepat kepolisian pasca kerusuhan akhir Agustus lalu yang menyasar pos maupun kantor-kantor kepolisian setelah tragedi pelindasan Affan Kurniawan yang memicu kemarahan publik di berbagai daerah.
YLBHI menilai Perkap tersebut merupakan upaya ilegal kepolisian untuk melegitimasi kepentingan eksklusif institusinya dengan melanggar prinsip negara hukum dan demokrasi. Hal itu, menurut YLBHI, terlihat dari diabaikannya prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan serta prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Catatan YLBHI menunjukkan bahwa dalam pembentukan peraturan internal, kepolisian sering kali melampaui kewenangan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kemunculan Perkap ini bahkan dinilai kontraproduktif di tengah agenda Reformasi Polri yang sedang berjalan.
“Perkap ini menunjukkan kegagalan dan tidak adanya komitmen reformasi di tubuh internal kepolisian, terlebih pasca desakan publik untuk reformasi kepolisian dan dibentuknya tim transformasi reformasi kepolisian oleh Kapolri pada 17 September 2025 yang lalu,” tulis YLBHI dalam keterangannya.
Catatan Kritis YLBHI
Dalam keterangannya, YLBHI memberikan lima catatan kritis terkait Perkap ini. Pertama, Perkap yang seharusnya berada di level peraturan internal dianggap melampaui kewenangan karena mengatur jauh mengenai legitimasi penambahan kewenangan untuk tindakan upaya paksa.
“Hal ini semestinya menjadi bagian dari hukum materiil maupun acara dengan level pengaturan undang-undang yang merupakan kewenangan DPR dan Pemerintah, bukan kepolisian sendiri,” tulis YLBHI.
Kedua, Perkap tersebut disebut tidak merujuk dan bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan fundamental terkait penegakan hukum, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ketiga, Perkap tersebut memperkenalkan istilah baru seperti “tindakan kepolisian” dan “aksi penyerangan” tanpa parameter dan akuntabilitas yang jelas. Hal ini dinilai membuka ruang tafsir subjektif dan rentan terhadap praktik kesewenang-wenangan, khususnya dalam penggunaan kekuatan berlebihan seperti senjata api.
Keempat, Perkap ini dinilai bertentangan dengan aturan Polri sendiri, yakni Perkap Nomor 1 Tahun 2009 dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 yang secara tegas membatasi penggunaan senjata api hanya dalam kondisi darurat dengan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan kewajaran.
Kelima, YLBHI menyoroti absennya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang jelas dalam penggunaan tindakan upaya paksa maupun senjata api. Kondisi ini dikhawatirkan menjustifikasi impunitas praktik kekerasan aparat kepolisian serta pelanggaran HAM seperti halnya extra judicial killing (pembunuhan di luar hukum) yang disebut sering terjadi. YLBHI mengingatkan, sepanjang 2019-2024 setidaknya terdapat 35 peristiwa penembakan oleh aparat kepolisian yang menewaskan 94 orang.
Sebelumnya, Polri menyebut regulasi anyar itu menjadi pedoman normatif bagi anggota Polri dalam menghadapi ancaman yang membahayakan jiwa, merusak fasilitas, maupun mengganggu stabilitas keamanan, dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Aturan tersebut menegaskan dasar hukum bagi setiap tindakan anggota Polri di lapangan agar tetap profesional, proporsional, serta sesuai prinsip hukum. Dengan Perkap ini, langkah penindakan terhadap aksi penyerangan diharapkan lebih tegas namun tetap terukur.
“Perkap Kapolri Nomor 4 Tahun 2025 ini disusun untuk memberikan pedoman jelas bagi anggota Polri ketika menghadapi aksi penyerangan. Jadi bukan sekadar merespons satu kejadian, melainkan upaya antisipasi agar tindakan kepolisian di lapangan selalu tegas, terukur, dan sesuai ketentuan hukum,” ujar Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol. Erdi Adrimurlan Chaniago dalam keterangannya.
















