Serangan Israel Kembali Menewaskan Jurnalis Al-Jazeera: ‘Ini Merupakan Kejahatan Perang’

0
72

GAZA, 15 Oktober 2025 Selama melancarkan serangan ke Gaza Israel telah membunuh lebih dari 270 jurnalis. Ini merupakan konflik paling mematikan bagi jurnalis sejak dimulainya perang Israel pada Oktober 2023.

Salah satunya ialah Saleh Aljafarawi, yang tewas dalam bentrokan di Gaza setelah Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata. Kematian Aljafarawi terjadi saat gencatan senjata memasuki hari ketiga.

Untuk diketahui, gencatan senjata dimulai setelah pemerintah Israel mengumumkan persetujuannya pada Jumat (10/10/2025) dimana Hamas menyatakan persetujuannya pada Kamis sehari sebelumnya.

Al-Jazeera melaporkan, menurut sumber Palestina pria berusia 28 tahun itu ditembak mati oleh anggota “milisi bersenjata” yang terafiliasi Israel saat meliput bentrokan di wilayah Sabra. Sebelumnya, ia terkenal karena video-videonya yang meliput perang.

Kantor berita Al-Jazeera menyebut, telah memverifikasi rekaman para reporter dan aktivis yang menunjukkan jasad Aljafarawi. Dalam rekaman itu terlihat jasadnya dalam kondisi berbalut rompi antipeluru bertuliskan “pers”. Selain itu, ia juga dilaporkan telah hilang sejak Minggu pagi.

Dilansir dari Al-Jazeera, beberapa hari sebelum dimulainya gencatan senjata sementara dalam perang Israel-Hamas saat Januari lalu, Alfajarawi sempat bercerita tentang pengalamannya mengungsi dari Gaza Utara.

“Saya hidup dalam ketakutan setiap harinya. Semua adegan dan situasi yang sala alami selama 467 hari ini tidak akan terhapus dari ingatan saya. Semua situasi yang kami hadapi, tidak akan pernah bisa kami lupakan,” ujar Aljafarawi.

Selain itu, ia menambahkan karena pekerjaannya ia telah menerima banyak ancaman dari Israel.

“Sejujurnya, saya hidup dalam ketakutan setiap detiknya, terutama setelah mendengar apa yang dikatakan penduudkan Israel tentang saya. Saya menjalani hidup dari detik ke detik, tidak tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya,” ujarnya melansir dari Al-Jazeera.

Rentetan Kematian Jurnalis Dalam Serangan Israel

 Israel melancarkan serangan “double tap” ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis pada Senin (25/09/2025 lalu. Dalam serangan ini, lima orang jurnalis dilaporkan tewas bersama 21 orang lainnya.

Al-Jazeera menyebut, serangan itu menargetkan jurnalis yang berkerja untuk Al-Jazeera, Ruters, Associated Press (AP) dan kantor berita lainnya.

Jurnalis yang tewas diantaranya Mohammad Salama (Al-Jazeera), Hussam Al-Masri (Reuters), Mariam Abu Daqqa (AP), Ahmed Abu Aziz dan Moaz Abu Taha.

“Ini merupakan salah satu serangan paling mematikan dari sekian banyak serangan Israel yang menghantam rumah sakit dan pekerja media selama hampir dua tahun serangan genosida tersebut,” tulis Al-Jazeera dalam laporannya.

Menurut laporan, jurnalis Al-Jazeera lainnya Anas al-Sharif juga tewas dalam serangan Israel yang disengaja terhadap sebah tenda media di luar gerbang utama Rumah Sakit al-shifa di Gaza pada (11/09) lalu. Pria berusia 28 tahun itu tewas bersama tiga rekannya.

“Secara total, tujuh orang tewas dalam serangan tersebut, termasuk koresponden Al-Jazeera Mohammed Qreiqeh, 33 tahun, dan juru kamera Al-Jazeera Ibrahim Zaher, 25 tahun, serta Mohammed Noufal, 29 tahun,” tulis Al-Jazeera.

Selain itu, Al-Jazeera menyebut ini bukan pertama kalinya Israel menargertkan jurnalis Al-Jazeera yang meiput perang di Gaza.

“Sebelum pembunuhan pada bulan Agustus, setidaknya lima jurnalis Al-Jazeera lainnya telah dibunuh oleh Israel, sehingga total korban tewas menjadi 10 orang dalam 22 bulan terakhir,” tulis Al-Jazeera.

Al-Jazeera Mengutuk Serangan Israel Terhadap Para Jurnalis

 Al-Jazeera mengutuk pembunuhan tertarget terhadap jurnalisnya.

“Serangan terhadap rumah sakit tersebut melanggar norma dan hukum internasional. Ini merupakan kejahatan perang,” tulis Al-Jazeera tegas.

Selain itu, Al-Jazeera menyebut lebih dari 270 jurnalis dan pekerja media tewas akibat serangan Israel di Gaza dalam 22 bulan perang, atau sekitar 13 jurnalis setiap bulannya.

“Yang membuat statistik ini semakin nyata adalah Gaza kehilangan suara di lapangan saat Israel telah melarang media internasional memasuki wilayah kantong terkepung tersebut,” sebut Al-Jazeera.

Selain itu, Al-Jazeera melaporkan rentetan serangan tersebut mendapat kecaman global yang luas, termasuk dari kelompok kebebasan pers dan pembela hak asasi manusia.

Kelompok tersebut diantanya The Committee to Protect Journalist (CPJ, Reporters Without Borders (RWB) dan Amnesty International.

Mereka menyatakan kemarahannya atas pembunuhan tertarget berulang kali yang dilakukan Israel terhadap jurnalis di Gaza.

“Pembunuhan jurnalis dan penahanan mereka sejak 7 Oktober 2023 telah menciptakan kekosongan berita yang akan menyebabkan potensi kejahatan perang tidak terdokumentasi,” sebut CPJ dilansir Al-Jazeera.

Menurut laporan Al-Jazeera, pada Juni lalu RWB, CPJ dan organisasi berita lainnya sudah menerbitkan surat terbuka yang menyatakan bahwa banyak jurnalis Palestina yang selama ini menghadapi segudang ancaman.

“Banyak yang menghadapi ancaman terus-menerus terhadap nyawa-nyawa mereka karena menjaankan tugas mereka dalam menjadi saksi. Penargetan terhadap para reporter terus berlanjut sejak saat itu, meskipun ada kecaman internasional atas tindakan Israel” tulis Al-Jazeera.

Dilansir Al-Jazeera dalam sebuah pernyataan lainnya, Amnesty International menyebut bahwa Israel bukan hanya membunuh jurnalis, melainkan juga menyerang jurnalisme itu sendiri dengan mencegah dokumentasi genosida.

 

 

 

Leave a reply