Upaya Membunuh Kerja Publik Lokataru Foundation

0
74
  • Oleh Hasnu Ibrahim

Sejak didirikan pada 2017 lalu, Lokataru Foundation berkomitmen dalam mengawal isu hak asasi manusia, demokratisasi ekonomi, kebebasan sipil, dan indeks HAM di Indonesia. Kerja-kerja publik tersebut tak berjalan mulus, mengapa? Karena apa yang hendak diperjuangkan Lokataru—demokratisasi ekonomi, HAM, dan kebebasan sipil dihadapkan pada tembok besar “pasar gelap negara-partai-pasar” yang mengeruk sumber daya publik untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompok.

Sejak awal, para pekerja Lokataru menyadari bahwa “menjadi pekerja Lokataru” tidaklah mudah”. Tak berlebihan, jika menandatangani kontrak atau bersedia menjadi pekerja Lokataru, “salah satu kaki” berada di dalam “jeruji besi”. Inilah yang tengah dihadapi Delpedro Marhaen dan Muzaffar Salim. Mereka setidaknya “mempertaruhkan hidup, masa muda, berproses” secara baik dan ketat dalam menggunakan hak konstitusionalnya untuk terlibat dalam tata kelola pemerintahan yang demokratis.

Harus diakui, penangkapan Delpedro Marhaen dan Muzaffar Salim bukanlah sekadar proses hukum biasa—ia adalah puncak dari sebuah rangkaian panjang kerja advokasi dan penelitian yang secara langsung mengguncang sarang kekuasaan dan kepentingan oligarki di Indonesia.

Sebagai Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro berada di garis depan dalam mengungkap jejaring gelap antara pejabat negara, aparat keamanan, dan pengusaha besar. Keberaniannya menyeret nama-nama besar ke ruang publik melalui kerja-kerja berbasis data, riset, dan gugatan hukum menjadikannya musuh bersama bagi elite politik-ekonomi negeri ini.

Pun demikian, Muzaffar Salim, ia adalah pegiat sosial dan HAM yang secara tertib dan konsisten merancang sejumlah program bersama Lokataru, seperti; Lokademia, LokaNetwork, Peka, dan Kajian Kewargaan. Kerja-kerja tersebut mengantarkan Muzaffar menjadi sosok orang muda yang ulet dan disiplin dalam menghidupkan politik kewargaan di Indonesia.

Pilkada Tanah Papua 20204: Lokataru Membongkar Koalisi Gelap Polisi dan Pebisnis Jakarta

Pada Pilkada 2024 lalu, Lokataru menjadi pemantau dalam pemilihan kepala daerah di Tanah Papua. Temuan pemantauan Lokataru berhasil mencatat adanya keterlibatan “kepolisian” untuk memenangkan kontestan tertentu yang terhubung dan jejaring ekonomi-politik Jakarta.

Lokataru mengungkap bagaimana kontestasi politik lokal di Papua telah disusupi oleh operasi terstruktur yang melibatkan aparat kepolisian dan pebisnis dari Jakarta. Penelitian ini tidak hanya menyoroti manipulasi pemilu, tetapi juga menunjukkan bagaimana aparat negara bertransformasi menjadi alat kekuasaan ekonomi demi mengamankan kepentingan modal di wilayah konflik.

PSN Patimban: Membuka Topeng Menteri Aktif dan Taipan Jakarta

Pada Agustus 2025 lalu, Lokataru berhasil merilis laporan penelitian dan investigasi terkait “PSN Pelabuhan Patimban: Nelayan Patimban dalam Kepungan Bisnis”. Riset Lokataru terhadap proyek strategis nasional Pelabuhan Patimban menjadi tamparan keras bagi narasi “pembangunan” yang selama ini dikampanyekan rezim Jokowi.

Temuan keterlibatan langsung menteri aktif dan para taipan Jakarta dalam skandal mafia tanah, korupsi kebijakan, pelanggaran HAM, dan konflik kepentingan di proyek ini menjadikan riset tersebut sebagai bom waktu bagi pejabat dan jejaring konglomerasi. Bagi para penguasa, ini bukan hanya “data”—ini ancaman langsung terhadap stabilitas kekuasaan mereka.

Gugatan Cawe-Cawe Menteri Desa di Pilkada Serang

Melalui jalur hukum, Lokataru menggugat keterlibatan Menteri Desa dalam Pilkada Serang—sebuah langkah advokatif yang membuktikan bahwa Lokataru tidak hanya lantang di luar sistem, tapi juga mampu menggunakan perangkat negara untuk menyeret pemangku kekuasaan ke meja hijau. Ini adalah preseden yang membahayakan bagi politisi yang selama ini merasa kebal.

Uji Materi UU BUMN di Mahkamah Konstitusi

Lokataru juga melakukan gugatan terhadap UU BUMN terbaru. Langkah advokatif ini menunjukkan konsistensi Lokataru menantang dasar-dasar hukum pengelolaan ekonomi nasional yang selama ini didesain untuk memberi keleluasaan kepada segelintir elite ekonomi politik dalam mengelola kekayaan negara secara serampangan. Dengan menggugat UU ini, Lokataru menyerang langsung jantung korporatisasi negara yang dikelola secara “ugal-ugalan”.

RKUHAP dan Polisi Superpower: Menolak Otoritarianisme dalam Balutan Hukum

Pada Agustus 2025, Lokataru secara aktif mengawal dan mengadvokasi terkait pembahasan RUU KUHAP. Hasil penelitian Lokataru mengungkap 16 temuan utama, salah satu konsen Lokataru yakni dominasi fungsi penyidikan di tangan kepolisian.

Merespons hal tersebut, Lokataru bersikap tegas: menolak pemberian kewenangan superpower kepada kepolisian dalam proses hukum. Ini bukan sekadar pembelaan terhadap nilai-nilai demokrasi, melainkan perlawanan langsung terhadap cita-cita negara polisi yang kini semakin menjadi kenyataan.

Delpedro-Muzaffar Ditangkap: Demokrasi Dihukum dan HAM Dihantam

Dalam konteks itulah penangkapan Delpedro Marhaen dan Muzaffar Salim harus dipahami: sebagai langkah sistematis untuk membungkam salah satu suara paling keras yang menentang kolaborasi jahat antara negara dan pasar. Ini bukan hanya serangan terhadap satu individu, tapi terhadap seluruh ekosistem advokasi progresif yang berani menyebut nama, membongkar data, dan menuntut keadilan tanpa kompromi.

Rezim hari ini tak butuh dalih panjang serta berpikir panjang untuk membedakan mana demonstran dan mana perusuh. Oleh karena itu, mereka tahu betul bahwa kerja-kerja riset yang getol dilakukan Lokataru bukan sekadar aktivisme biasa, melainkan berpotensi menggugurkan legitimasi politik pada sebuah pemerintahan yang buruk, membuka penyelidikan dan diskursus baru di ruang publik, dan menumbangkan oligarki yang menyokong mereka dalam setiap pemilu.

Patut dicatat, dalam sistem ekonomi politik dan hukum yang dikendalikan oleh kekuasaan yang anti-kritik, kejujuran menjadi dosa terbesar, bahkan buku menjadi hal “terlarang”.

Dari Kriminalisasi ke Solidaritas Publik

Penangkapan Delpedro dan Muzaffar serta ratusan tahanan politik lainnya adalah panggilan bagi seluruh elemen masyarakat sipil untuk tidak tinggal diam. Kriminalisasi terhadap aktivis bukan hal baru, melainkan pola berulang dalam penyempitan ruang sipil di Indonesia.

Publik tak perlu patah arang dan dihantui ketakutan dalam membicarakan keadilan dan kebenaran. Sebab, yang dibutuhkan hari-hari ini yakni mengaktifkan politik kewargaan dan hak konstitusional warga dalam merespon gejala krisis multisektor yang menghantam Indonesia.

Politik kewargaan dan hak konstitusional warga akan menentukan arah demokrasi, ruang sipil, dan hak asasi manusia ke depannya. Lokataru sedang dibungkam bukan Lokataru salah, tapi karena berkata benar, bersuara lantang, dan tanpa berkompromi dengan kejahatan.

Lokataru perlu mengingatkan, jika hukum telah menjadi alat kekuasaan, maka solidaritas publik adalah satu-satunya harapan dalam merebut kedaulatan rakyat yang telah lama hilang.

Hasnu Ibrahim adalah Manajer Riset dan Pengetahuan Lokataru Foundation/Juru Bicara Lokataru Foundation

Leave a reply