Laporan Auriga dan Earthsight Sebut Habitat Orang Utan Hancur Akibat Deforestasi

0
97

JAKARTA, 21 Oktober 2025 – Dua organisasi berbasis lingkungan, Auriga Nusantara dan Earthsight mengeluarkan laporan investigasinya atas ribuan naskah laporan industri kayu di Indonesia yang masih leluasa masuk ke pasar Eropa.

Laporan investigasi ini diberi judul Risky Business, yang merupakan hasil kerja kolaboratif antara Auriga dan Earthsight. Sebagai informasi, Earthsight sendiri adalah organisasi lingkungan yang berbasis di Inggris.

Kedua organiasi tersebut melakukan investigasi setelah melakukan analisis atas 10.000 naskah dalam Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), data industri kayu Kementerian Kehutanan dan identifikasi atas 65 industri kayu hasil pembabatan lahan di Kalimantan.

Laporan ini menyebut, data-data investigasi yang didapat kemudian digabungkan dengan data peredaran kayu lintas Indonesia-Eropa. Dari sini terungkap bahwa lima teratas pengguna kayu deforestasi pada 2024 lalu seluruhnya menjual produk kayunya ke Eropa.

“Patut ditambahkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir sejumlah besar hutan Kalimantan telah dikonversi menjadi kebun monokultur yang turut menghancurkan habitat orang utan,” tulis laporan tersebut.

Pada 2024 Auriga Nusantara mengirimkan tim penelisik lapangan ke empat konsesi pembabat hutan alam pemasok lima industri teratas tersebut di Kalimantan Tengah. Tim tersebut menyaksikan pembabatan ribuan hektare hutan alam yang tadinya menjadi salah satu pusat sarang orang utan di sana.

“Penduduk setempat menyampaikan hilangnya sumber pangan, pendapatan, dan material lainnya akibat dibabatnya hutan tersebut, yang memicu konfrontasi mereka dengan perusahaan dan polisi,” tulis laporan itu.

Masyarakat setempat pun dilaporkan sampai mengeluh “tidak berdaya” dan “hanya penonton” atas kondisi kerusakan alam disana.

Tanggapan Ahli Atas Hancurnya Habitat Orang Utan Akibat Deforestasi

Dalam laporan yang berjudul Risky Business tersebut, Ketua tim Earthsight untuk Asia Tenggara Aron White mengatakan bahwa aliran dana industri kayu dari Eropa sangat berisiko dan menunjukkan dengan jelas telah menghancurkan sarang-sarang orang utan di bumi.

“Perusahaan-perusahaan kayu Eropa seyogianya memutus hubungan dengan pemasok mana pun yang terhubung dengan deforestasi dan beralih ke berbagai alternatif tersedia yang benar-benar bebas deforestasi,” tegas Aron tertulis.

Sejalan dengan Aron, Juru Kampanye Auriga Nusantara Hilman Afif pun menambahkan bahwa kehancuran hutan Kalimantan tidak hanya tragedi bagi Indonesia, melainkan juga global. Ia menyebut selain terusirnya orang utan, masyarakat adat lokal pun kehilangan ruang hidupnya, hal ini berimplikasi pada iklim Indoenesia yang tak menentu sebagai cerminan rapuhnya tata kelola hutan Indoenesia.

“Setiap hektare hutan yang hilang mendekatkan kita pada kehancuran masa depan, menjauhkan generasi mendatang dari bumi dan hunian yang aman. Saatnya Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dengan memastikan setiap komoditas, termasuk kayu, benar-benar bebas deforestasi,” ujar Hilman.

Terakhir, laporan ini menyebut deforestasi di Kalimantan mengalami peningkatan di tahun-tahun terakhir. Sekitar 129.000 hektare lahan mengalami deforestasi pada 2024 yang dinilai setara luas kota Roma atau Los Angeles.

Selain itu, emisi deforestasi Indonesia yang sebagian besar terjadi di Kalimantan disebut melebihi dari yang ada di Belanda.

Leave a reply