Diskresi Kepolisian Hanya Bisa Diterapkan Saat Kondisi Negara Darurat dan Ditetapkan Presiden

0
118

JAKARTA, 22 Oktober 2025 – Diskresi yang dijadikan dasar pihak kepolisian untuk menangkap Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen terus menjadi sorotan. M. Ayyubi Harahap, kuasa hukum Delpedro dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyebut diskresi kepolisian itu tidak bisa melegitimasi pelanggaran proses penegakan hukum pidana.

Hal itu ia sampaikan setelah agenda sidang praperadilan keterangan ahli dari termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025). Diskresi, terang Ayyubi, di hukum mana pun, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Pihak penyidik mengatakan bahwa ‘kami (penyidik, Red) tidak melakukan pemanggilan atau pemeriksaan Delpedro sebagai saksi karena khawatir akan melarikan diri’. Alasan mereka kan itu,” jelas Ayyubi.

Sementara keharusan seseorang diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi sebelum ditetapkan menjadi tersangka telah diatur dalam putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. “Putusan Mahkamah Konstitusi itu kan levelnya sama dengan undang-undang,” terang Ayyubi.

Artinya, menurut Ayyubi, dalam penggunaan diskresi polisi tidak boleh mengesampingkan hal yang dipersyaratkan oleh putusan MK. “Artinya dia (penyidik, Red) sama saja melanggar undang-undang,” tegasnya.

Diskresi, lanjut Ayyubi, tidak boleh melegitimasi satu tindakan yang melanggar proses penegakan hukum pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP dan putusan MK No 21/PUU-XII/2014.

Senada dengan Ayyubi, Feri Amsari menjelaskan, aparat penegak hukum tidak boleh melewati satu pun prosedur yang telah diatur dalam KUHAP sebagai prosedur penegakan hukum pidana.

“Begitu satu saja hilang, maka itu dianggap tidak mematuhi hukum acara dan itu akan dianggap bermasalah,” tuturnya sebagai saksi ahli dari pemohon pada sidang praperadilan Delpedro, Selasa (20/10).

Dalam persidangan, ahli dari termohon yaitu Hendri Jayadi Pandiagan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) sempat menyampaikan apabila diskresi boleh digunakan ketika negara dalam kondisi darurat. Hal itu, menurut Ayyubi, tidak relevan apabila dikaitkan dengan kasus Delpedro.

“Ahli (Hendri Jayadi, Red) tadi juga menambahkan bahwa presiden lah yang menetapkan status negara dalam kondisi darurat. Pertanyaannya, dalam rentang waktu 25-29 Agustus, apakah presiden menetapkan soal kondisi darurat di negara ini? Sampai saat ini kan tidak pernah ada status kondisi darurat pada momen demonstrasi itu,” tuturnya.

Selain itu, Ayyubi juga mempersoalkan flyer posko aduan Lokataru yang digunakan kepolisian sebagai alat bukti dalam menetapkan Delpedro sebagai tersangka. “Kalau memang mau digunakan sebagai alat bukti, maka dia mesti terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan, izin penyitaannya, supaya dia berubah menjadi alat bukti,” jelas Ayyubi.

Sementara dalam kasus Delpedro, Ayyubi menerangkan bahwa dari masuknya laporan hingga penetapan tersangka itu dilakukan oleh kepolisian dalam waktu yang sangat singkat. Ayyubi mempertanyakan, kapan pihak kepolisian mendapat izin penyitaan dari pengadilan supaya flyer posko aduan tersebut menjadi alat bukti.

“Makanya kami mempertanyakan kepada ahli, apakah barang bukti itu tanpa izin dari pihak pengadilan, tanpa berubah menjadi alat bukti, bisa digunakan untuk menetapkan tersangka terhadap seseorang? Ahli secara tegas mengatakan bahwa tidak bisa, tidak bisa digunakan,” jelas Ayyubi.

Leave a reply