Ahli di Sidang Praperadilan Delpedro: Diskresi Polisi Melanggar UU Administrasi Pemerintahan

0
127

JAKARTA, 21 Oktober 2025 – Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan diskresi hanya bisa diambil apabila terdapat kekosongan hukum. Hal tersebut disampaikan Feri saat dihadirkan pihak Delpedro Marhaen dalam hal ini diwakili oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dalam sidang lanjutan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/10).

”Diskresi, kalau memperhatikan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan hanya bisa terjadi kalau kemudian memang tidak ada aturan dan tidak ada tradisi ketatanegaraan,” ujar Feri di ruang sidang Ali Said PN Jakarta Selatan.

Apabila tetap dilakukan, maka akan terjadi pelanggaran-pelanggaran kebijakan dan tindakan karena tiga hal sebagaimana tertuang dalam Pasal 17, 18, 19, dan 20 UU Administrasi Pemerintahan.

Feri menjelaskan tiga hal itu yakni melakukan sesuatu yang bukan wewenangnya, mencampuradukkan wewenang, dan sewenang-wenang.

“Kalau dia kemudian melakukan sesuatu yang bukan wewenang dan sewenang-wenang, tindakan dan kebijakan administrasinya bisa dianggap tidak sah. Sementara kalau dia mencampuradukkan harus dianggap batal hukum,” tutur dia.

Penjelasan mengenai diskresi ini untuk membantah dalil yang disampaikan oleh Bidang Hukum Polda Metro Jaya saat menjelaskan proses penangkapan dan penetapan tersangka Delpedro.

Dalam persidangan dengan agenda jawaban termohon, Senin (20/10), Anggota Bidang Hukum Polda Metro Jaya Iptu Jandri mengakui pihaknya menangkap Delpedro tanpa didahului dengan mekanisme pemanggilan lewat surat.

Delpedro pun begitu Muzaffar Salim dan Syahdan Husein belum pernahdiperiksa sebagai calon tersangka.

Jandri menjelaskan pihaknya sudah lebih dulu melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga menetapkan Delpedro Cs sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan terkait demonstrasi Agustus lalu.

“Termohon (Polda Metro Jaya) yang sebelumnya telah melakukan rangkaian proses penyelidikan dan penyidikan hingga ditetapkannya pemohon sebagai tersangka,” ungkap Jandri, Senin kemarin.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Delpedro Cs langsung dilakukan penangkapan paksa. Menurut Jandri, hal tersebut sebagai bentuk diskresi kepolisian.

“Telah melakukan penangkapan terhadap tersangka tanpa dilakukan pemeriksaan calon tersangka dan tanpa dengan adanya terlebih dahulu surat panggilan karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. Oleh karena itu, termohon melakukan diskresi kepolisian,” ucap dia.

Diskresi dimaksud disebutnya diatur dalam Prosedur Tetap (Protap) Nomor 1 Tahun 2010 tentang PenanggulanganTindakan Anarkis.

“Dalam Protap ini kepolisian diperbolehkan untuk melakukan tindakan diskresi untuk membela diri atau keluarga terhadap ancaman atau luka parah segera terjadi; untuk mencegah pelaku kejahatan melarikan diri. Oleh karena itu, termohon melakukan penangkapan,” ucap Jandri.

Diskresi kepolisian itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mensyaratkan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

Sementara Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 21/2014 menyempurnakan aturan tersebut dengan menyarankan pemeriksaan calon tersangka untuk memastikan transparansi dan hak asasi manusia yang terlindungi.

Adapun demonstrasi atau ajakan untuk ikut berdemonstrasi di negara hukum seperti Indonesia bukan sesuatu yang dilarang. Aktivitas tersebut dilindungi oleh konstitusi. Mengenai orang menjadi terhasut dan melakukan tindakan anarkis, itu di luar kuasa yang mengajak.

Selain Feri Amsari, TAUD juga menghadirkan ahli yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD) Ijud Tajudin. (Ndra)

Leave a reply