Bersejarah, PN Cibinong Keluarkan Putusan Anti-SLAPP Pertama di Indonesia

Dua akademisi IPB Prof. Bambang Hero dan Prof. Basuki Wasis saat foto bersama di PN Cibinong. Foto: YLBHI
BOGOR, 9 Oktober 2025 – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong melayangkan putusan sela dalam perkara Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi. Atas putusan sela ini, gugatan yang dinilai oleh hakim sebagai tindakan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) terhadap dua dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo M. Agr dan Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M. Si tidak dapat dilanjutkan.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat bahwa ini merupakan putusan bersejarah sebagai putusan Anti-SLAPP pertama di Indonesia. Putusan ini pun dijatuhkan melalui mekanisme sela sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Untuk diketahui, gugatan terhadap kedua akademisi itu diajukan oleh PT Kalimantan Lestari Mandiri (PT KLM). Kedua akademisi itu sebelumnya telah memberikan keterangan ahli terkait kasus kebakaran lahan gambut di areal perkebunan PT KLM di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah tahun 2018. Berdasarkan keterangan ahli yang kemudian dijadikan putusan, PT KLM dihukum wajib membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 89,3 miliar dan biaya pemulihan sebesar Rp 210,5 miliar.
“Keterangan ahli yang disampaikan Prof. Bambang Hero Saharjo dan Prof. Basuki Wasis dalam persidangan merupakan bentuk perjuangan ha katas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dilindungi Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),” tegas hakim dalam keterangan pers YLBHI.
Majelis juga disebut memperluas perlindungan Pasal 66 UU PPLH mencakup setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perluasan ini merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 119/PPU-XXII/2025.
“Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) huruf c Perma No. 1 Tahun 2023, penyampaian pendapat, kesaksian, atau keterangan di persidangan termasuk dalam bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang dilindungi. Gugatan yang mengancam partisipasi tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal 66 UU PPLH,” catat Hakim dalam keterangan pers YLBHI.
Langkah Progresif untuk Melindungi Pembela Lingkungan
Menurut Koalisi Save Akademisi dan Ahli, langkah ini tepat, progresif, dan selaras dengan semangat perlindungan terhadap pembela lingkungan hidup.
“Putusan ini menunjukkan pemahaman yang kuat atas prinsip Anti-SLAPP sebgaimana diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara LIngkungan Hidup,” koalisi menambahkan.
Koalisi pun menilai SLAPP harus segera dihentikan demi mencegah kriminalisasi dan tekanan terhadap individu yang berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup.
Marsya M. Handayani, Peneliti Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) menyebut kalau mekanisme melalui putusan sela menjadi langkah efektif dan berkeadilan, karena sejak awal memungkinkan penghentian perkara tanpa harus menunggu proses persidangan. Proses persidangan dinilai terlalu panjang, melelahkan dan memakan biaya besar bagi para pembela lingkungan hidup.
“Penerapan mekanisme ini merupakan bentuk konkret perlindungan hukum bagi masyarakat, ahli, maupun akademisi yang menjalankan perannya dalam penegakkan hukum dan perlindungan lingkungan hidup,” tegas Koalisi kembali.
Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace juga menegaskan bahwa putusan ini menjadi pengingat untuk seluruh Perusahaan Perusak Hutan agar segera menaati hukum dan putusan pengadilan.
“Tidak ada ruang lagi untuk mencoba memenjarakan pejuang lingkungan demi keuntungan segelintir orang,” tegas Sekar kembali.
Anti-SLAPP Sebagai Pelindung Akademisi dan Ahli
Koalisi Save Akademisi dan Ahli disebut berharap kedepannya putusan ini dapat menjadi rujukan bagi pengadilan lain dalam menangani kasus-kasus serupa dan memberikan perlindungan optimal bagi siapa pun yang berjuang demi kelestarian lingkungan hidup di Indonesia.
“Melalui mekanisme Anti-SLAPP, pengadilan tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga melindungi kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik sebagai dasar kehidupan ilmiah dan demokratis,” tambah YLBHI.
YLBHI menilai keberanian Majelis Hakim menerapkan Perma No. 1 Tahun 2023 memberi harapan baru bagi peradilan sebagai benteng terakhir sejati bagi pembela lingkungan dan HAM.
Edy K. Wahid, Wakil Bidang Advokasi YLBHI menyebut kedepannya, negara dan aparat penegak hukum harus memastikan instrumen hukum tidak lagi digunakan untuk membungkam hak-hak masyarakat dalam memperjuangkan keadian lingkungan.
Senada dengan itu, Wildan dari Departemen Advokasi dan Kampanye Trend Asia menyatakan putusan ini sebagai putusan yang progresif demi perlindungan terhadap para pejuang lingkungan.
“Sebaran kasus kriminalisasi pembungkaman masih terus berlanjut dan bertambah, terutama mereka yang berjuang menolak proyek-proyek PSN karena merampas ruang hidup dan lingkungan,” ujar Wildan kembali dalam keterangan pers YLBHI.
Organisasi penyelamat hutan, Jikalahari menilai putusan ini merupakan kemenangan bagi seluruh akademisi, aktivis dan semua pihak yang berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup.
Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari menuturkan putusan ini menjadi bukti bahwa vonis terhadap PT KLM yang bersandarkan laporan perhitungan ahli dari Prof. Bambang Hero dan Prof. Basuki Wasis memang tidak terbantahkan. Menurutnya, pengadilan harus segera mengeksekusi PT KLM dan seluruh perusahaan pelaku pembakaran hutan yang telah dinyatakan lewat inkrah (putusan berkekuatan hukum tetap) oleh pengadilan.
Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalimantan Tengah juga menyatakan putusan ini selain melindungi dua akademisi tersebut, juga memberikan perlindungan moral dan hukum bagi masyarakat, aktivis, dan ahli yang sering mendapat intimidasi dan kriminalisasi saat mengungkap kerusakan lingkungan oleh perusahaan.
“Dengan adanya mekanisme Anti-SLAPP ini, upaya hukum yang bermotif pembalasan bisa dihentikan sejak awal, sebelum menimbulkan kerugian besar bagi pembela lingkungan. Ini penting agar energi para pejuang lingkungan tidak habis untuk melawan kriminalisasi, tetapi bisa fokus untuk pemulihan dan perlindungan lingkungan,” tambah Bayu dalam keterangan pers YLBHI.
WALHI Kalimantan Tengah menyebut, putusan ini disambut sebagai angin segar bagi pembela lingkungan hidup, terlebih di wilayah yang menjadi episentrum konflik antara korporasi dan masyarakat setempat.
Selain itu, WALHI Kalteng menilai mekanisme Anti-SLAPP yang diterapkan melalui putusan sela ini harus menjadi standar baru bagi seluruh pengadilan di Indonesia dalam menangani perkara lingkungan.
















