Investigasi SANGKAR Ungkap Dugaan Salah Tangkap, Penyiksaan & Penyebaran Data Pribadi 6 Anak oleh Polisi

LBH Yogyakarta bersama SANGKAR mendatangi kediaman korban salah tangkap di Magelang. Foto: LBH Yogyakarta untuk Pedeo Project
JAKARTA, 30 Oktober 2025 – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Yogyakarta bersama Ruang Juang yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan untuk Keadilan Rakyat (SANGKAR) mengecam keras kepolisian yang tidak menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) khususnya terkait praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.
Investigasi SANGKAR menemukan dugaan salah tangkap, penyiksaan, serta penyebaran data pribadi enam anak di Magelang, Jawa Tengah, yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Magelang.
“Temuan umum dari laporan investigasi ini menunjukkan terdapat 6 anak yang diduga menjadi korban asal tangkap. Mereka mengalami penyiksaan yang kejam selama berada di dalam kantor Polres Magelang Kota. Setelah dibebaskan, data pribadi mereka disebar kepada publik melalui media sosial dengan cap sebagai pelaku perusakan dalam demonstrasi 29 Agustus 2025,” demikian laporan investigasi SANGKAR sebagaimana dikutip _Pedeo Project_, Kamis (30/10).
Akibat peristiwa itu, mereka yang diduga menjadi korban salah tangkap tidak hanya mengalami luka fisik dan psikis, melainkan juga mendapatkan stigma di masyarakat sebagai pelaku kriminal tanpa melalui proses peradilan yang adil dan terbuka.
“Tindakan yang diduga dilakukan oleh Polres Magelang Kota dalam hal ini dapat mengarah pada pelanggaran HAM,” imbuhnya.
Dalam laporan investigasi tersebut, enam korban diduga salah tangkap yang data pribadinya disebarluaskan itu masih masuk dalam kategori anak (15-17 tahun), dengan pelaku diduga merupakan empat anggota Polri.
Niat menonton dangdut berujung ditangkap
Pedeo Project mengutip salah satu kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami oleh DRP (15).
Pada hari Jumat, 29 Agustus 2025, sekitar pukul 21.00 WIB, DRP berangkat dari rumah untuk menonton pertunjukan dangdut yang digelar di desanya. Dalam perjalanan menuju lokasi acara, DRP bertemu seorang teman yang kemudian mengajaknya singgah sejenak untuk melakukan transaksi jual beli langsung (COD) jaket di daerah Rindam Kota Magelang. DRP setuju dan mereka berbelok dari tujuan awal untuk menyelesaikan transaksi tersebut.
Setelah transaksi rampung, keduanya beranjak pulang dengan melintasi jalan CPM. Namun, jalan itu ternyata ditutup polisi sehingga mereka diarahkan untuk memutar melewati Jalan Samban di belakang Gardena. Saat melewati jalan tersebut, mereka sempat berhenti di sebuah warung kecil untuk membeli bensin eceran dan rokok.
Pada saat itulah tiba-tiba aparat kepolisian melakukan _sweeping_ terhadap warga di sekitar Alun-alun Kota Magelang dikarenakan terjadi kericuhan dalam aksi demonstrasi sejumlah elemen mahasiswa, masyarakat, dan pelajar di depan Polres Magelang Kota.
Mengetahui adanya _sweeping_, teman DRP langsung melarikan diri. Sementara itu, DRP memilih tetap tinggal karena merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Namun, aparat kepolisian yang melintas justru langsung memiting lehernya dan membawanya secara paksa ke kantor Polres Magelang Kota. Sesampainya di sana, DRP diinterogasi dengan pertanyaan terlibat dalam demonstrasi atau tidak.
DRP menjawab jujur bahwa ia hanya menemani temannya melakukan COD jaket. Akan tetapi, selama proses interogasi tersebut, DRP justru mengalami serangkaian penyiksaan seperti dipukul, ditampar dan dicambuk menggunakan selang pada bagian dada dan punggung agar mengakui tuduhan keterlibatan dalam demonstrasi yang berujung pada perusakan fasilitas Polres Magelang Kota. Padahal, ketika DRP ditangkap, polisi tidak memiliki bukti apa pun.
Akibat tekanan fisik dan psikis itu, DRP akhirnya terpaksa mengakui tuduhan tersebut meski tidak sesuai dengan kenyataan. Dia kemudian mendapat perlakuan tidak manusiawi seperti dipaksa tidur di lantai ruang interogasi tanpa alas, bahkan dicampur dalam satu ruangan bersama para tahanan dewasa.
Keesokan paginya, sekitar pukul 08.00 WIB, DRP dipaksa duduk berbaris di dalam sebuah ruangan bersama tahanan lain. DRP mengaku menyaksikan langsung bagaimana banyak tahanan disiksa polisi seperti ditendang di bagian perut, dipukul bagian kepala dan wajah, bahkan ada yang dipaksa memakai kardus di kepala sambil diperintahkan bernyanyi dan berjoget.
Sementara pada sore harinya, sekitar pukul 15.00 WIB, DRP kembali dipaksa berdiri berbaris bersama tahanan lain dan menerima siksaan lagi berupa cambukan selang ke dada dan punggung, ditinju sebanyak tiga kali, serta tendangan lutut ke perut dan dada hingga menimbulkan luka memar.
Selain kekerasan fisik, aparat kepolisian juga mengancam DRP dan para tahanan lain agar tidak menceritakan peristiwa penyiksaan yang mereka alami. Selama ditahan, DRP tidak diberi makan, hanya diberi minum sekali. Barulah sekitar pukul 16.00 WIB, DRP diizinkan menghubungi orang tuanya untuk menjemputnya di Polres.
Meski akhirnya dibebaskan, DRP masih diliputi trauma mendalam atas penyiksaan yang dialaminya. Keesokan harinya, 30 Agustus 2025, orang tuanya dikejutkan oleh tersebarnya data pribadi DRP seperti foto, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta alamat rumah di berbagai grup _WhatsApp_ warga desa. Dalam data itu, tercantum keterangan yang menyebut DRP sebagai salah satu dari 53 orang pelaku aksi perusakan di depan Polres Magelang Kota dalam demonstrasi.
Metode investigasi
Investigasi tersebut dilakukan melalui penelusuran langsung di lapangan guna menemukan para korban serta bukti-bukti pendukung lain yang menjadi sumber data primer.
Selanjutnya dilakukan wawancara mendalam terhadap para korban secara terpisah. Dalam setiap wawancara, para korban diminta menunjukkan bukti yang dapat memperkuat keterangan mereka dan membantu memperjelas kronologi peristiwa.
Hingga tahap akhir investigasi, telah dilakukan wawancara terhadap sedikitnya 14 korban. Namun, hanya 6 korban yang memutuskan untuk melanjutkan perkara ini ke proses hukum. Selain itu, tim SANGKAR juga memperoleh sejumlah bukti pendukung berupa tangkapan layar pesan singkat serta resume medis dari beberapa korban.
Hingga berita ini tayang, belum ada keterangan resmi dari Polres Magelang mengenai temuan tersebut.
















