Usai “Digeruduk” TAUD & Lokataru, Komnas HAM Siap Lindungi Aktivis yang Dikriminalisasi

0
152

JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) bersama Lokataru Foundation mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan empat aktivis yang kini ditahan penyidik Polda Metro Jaya, Kamis (16/10/2025).

Laporan TAUD dan Lokataru tersebut diterima langsung oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Saurlin P. Siagian. Menanggapi aduan itu, Komnas HAM pun menyatakan akan memberikan perlindungan dan pemantauan terhadap proses hukum yang tengah berjalan.

Untuk diketahui, empat tahanan aktivis pro demokrasi, yakni Delpedro Merhaen, Muzaffar Salim, Khariq Anhar, dan Syahdan Hussein, kini mendekam rumah tahanan Polda Metro Jaya karena dituding terlibat dalam penghasutan terkait demonstrasi di berbagai daerah.

Namun, TAUD menegaskan bahwa keempatnya merupakan aktivis yang selama ini aktif memajukan isu demokrasi dan hak asasi manusia melalui kerja-kerja advokasi, riset, dan pendidikan publik. “Objek yang dituduhkan di awal oleh kepolisian Polda Metro Jaya itu kan soal posko bantuan hukum, yang mana itu juga menjalankan mandat undang-undang bantuan hukum,” ujar Alif Fauzi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta saat audiensi.

TAUD menilai proses hukum terhadap para aktivis sarat kejanggalan. Yang menjadi sorotan diantaranya adalah penggunaan pasal-pasal yang tidak relevan, seperti pasal penghasutan dan bahkan pasal terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap anak.

Selain itu, TAUD juga menuding adanya pelanggaran terhadap hak atas peradilan yang adil (fair trial), mulai dari penangkapan hingga penyitaan barang pribadi tanpa surat izin pengadilan.

“Ponsel dan dokumen pribadi mereka disita tanpa prosedur hukum yang sah. Bahkan, penggeledahan dilakukan secara serampangan tanpa surat dari pengadilan,” ungkapnya.

Daffa Batubara dari Lokataru Foundation menambahkan, pihaknya juga melaporkan kepada Komnas HAM perihal pemeriksaan sejumlah staf Lokataru oleh kepolisian. Bahkan, beberapa staf dipanggil lebih dari satu kali oleh penyidik Polda Metro Jaya. Menurut Daffa, pemeriksaan tersebut kerap keluar dari substansi perkara dan justru menyoal keuangan, percakapan internal kantor, hingga advokasi yang dilakukan lembaga.

Suasana audiensi TAUD dan Lokataru di Komnas HAM. Foto: Mirza Bagaskara/Pedeo Project

Komnas HAM Akan Beri Perlindungan dan Kawal Proses Hukum

Dalam pertemuan itu, Komnas HAM menyampaikan kesediaannya untuk memantau jalannya proses hukum serta mempertimbangkan pemberian surat pengakuan resmi bagi keempat aktivis sebagai “pembela hak asasi manusia” sesuai dengan mandat lembaga.

Namun, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P. Siagian menyebut sebelum memberi perlindungan ada tim khusus yang melakukan verifikasi lebih dulu terhadap para aktivis. Dilaporkan bahwa tim tersebut sedang mendalami dan akan merampungkan dalam waktu dekat ini.

“Di Komnas HAM ada satu tim khusus yang tugasnya melakukan verifikasi terhadap pembela HAM. Saya kira tim itu sedang bekerja, tapi saya berharap secepatnya. Ada tim khusus untuk para pembela,” sebut Saurli saat ditemui Pedeo Project.

Desakan Kepada Komnas HAM Berikan Perlindungan Untuk Para Aktivis

“Kami meminta Komnas HAM memastikan adanya perlindungan bagi para aktivis yang ditahan, termasuk mendorong kepolisian untuk bersikap kooperatif dalam proses pra-peradilan yang akan digelar pada 17 Oktober besok,” ujar Hasnu Ibrahim dari Lokataru.

TAUD dan Lokataru juga mendorong agar Komnas HAM membuka ruang gelar perkara khusus bersama pihak kepolisian untuk menguji keabsahan proses penangkapan dan penetapan tersangka terhadap para aktivis tersebut. Mereka berharap lembaga HAM negara dapat menjadi inisiator dalam mengungkap potensi pelanggaran prosedur hukum yang terjadi.

Sebelumnya, Lokataru telah mengajukan pengaduan resmi kepada Komnas HAM pada 8 September 2025, disertai dengan berkas dokumentasi, tulisan akademik, dan rekam jejak advokasi keempat aktivis. Dukungan publik terhadap mereka juga terus menguat, dengan tercatat 21 organisasi masyarakat sipil dan sejumlah akademisi yang turut menyatakan solidaritas.

“Ini bukan sekadar soal empat orang yang ditahan, tetapi juga tentang ruang kebebasan berekspresi yang kian dipersempit di Indonesia,” tegas Afif Abdul Qoyim dari TAUD.

Pra-peradilan untuk Delpedro, Muzaffar, Kharik, dan Syahdan dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (17/10). TAUD berharap Komnas HAM hadir secara langsung dalam sidang tersebut sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan pembela hak asasi manusia.

Leave a reply